Sri Sultan Hamengkubuwono IX dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Ia sangat berjasa dalam pembentukan organisasi pramuka di Indonesia.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir di Yogyakarta pada 12 April 1912. Ia memiliki nama kecil Gusti Raden Mas Dorojatun. Ia merupakan putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah atau Kanjeng Ratu Alit.
Keterlibatannya dalam Pramuka dimulai sejak ia masih kanak-kanak. Dilansir dari buku Sri Sultan HB IX - Bapak Pramuka Indonesia (2018) Pada tahun 1921 di Yogyakarta, Sri Sultan tercatat sebagai anggota welp (siaga), jenjang kepramukaan terendah (6-11 tahun).
Pada 18 Maret 1940 Sri Sultan Hamengkubuwono IX ditetapkan sebagai Sultan Yogyakarta. Ia merupakan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pertama setelah Indonesia merdeka.
Peranan dalam Pramuka
Sri Sultan Hamengkubuwono IX sudah aktif dalam bidang organisasi kepanduan sejak masih muda.
Sekitar awal tahun 1960-an, ia diangkat menjadi Pandu Agung atau pemimpin kepanduan. Ia bersama Soekarno, Presiden Indonesia saat itu, berencana untuk menyatukan organisasi kepanduan serta mendirikan organisasi pramuka di Indonesia.
Pada 9 Maret 1961, Presiden Soekarno membentuk Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota panitianya adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh serta Achmadi.
Empat anggota panitia ini akhirnya menyusun Anggaran Dasar Gerak Pramuka serta Keputusan Presiden RI No. 238 Tahun 1961, tentang Pramuka.
Secara garis besar, keputusan presiden tersebut berisikan penetapan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditujukan untuk mendidik kepanduan anak serta pemuda Indonesia.
Organisasi pramuka resmi berdiri pada 14 Agustus 1961. Organisasi pramuka tersebut merupakan peleburan dari berbagai organisasi kepanduan di Indonesia.
Kata 'Pramuka' diambil dari kata 'Poromuko', yang berarti prajurit terdepan dalam sebuah peperangan. Selain itu, kata 'Pramuka' merupakan singkatan dari 'Praja Muda Karana', yang berarti jiwa-jiwa muda yang berkarya.
Selama 13 tahun, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional. Tepatnya dari tahun 1961 hingga 1974 (1961 hingga 1963, 1963 hingga 1967, 1967 hingga 1970, 1970 hingga 1974).
Ia mempelopori sejumlah kegiatan seperti Gerakan Tabungan Pramuka pada 1974. Ia juga menggagas Wirakarya, perkemahan pertama Pramuka Nasional pada 1968.
Selain itu, Tri Satya Pramuka serta Dasa Dharma Pramuka juga dibentuk, ditetapkan serta digunakan hingga saat ini. Begitu pula dengan penetapan warna seragam Pramuka Indonesia yang berwarna coklat muda dan coklat tua.
Coklat muda untuk atasan dan coklat tua untuk bawahan. Dua corak warna ini melambangkan elemen air serta tanah.
Hingga saat ini, Pramuka masih terus diajarkan dan dilakukan di berbagai sekolah. Ada empat pembagian tingkatan pramuka, yakni:
Hingga saat ini, Pramuka masih terus diajarkan dan dilakukan di berbagai sekolah. Ada empat pembagian tingkatan pramuka, yakni:
Pramuka Siaga Untuk usia 7 hingga 10 tahun.
Pramuka Penggalang Untuk usia 11 hingga 15 tahun.
Pramuka Penegak Untuk usia 16 hingga 20 tahun.
Pramuka Pandega Untuk usia 21 hingga 25 tahun.
Jasa Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam bidang pramuka terdengar hingga ke mancanegara. Hal ini membuat ia dianugerahi Bronze Wolf Award dari World Organization of the Scout Movement (WOSM), pada 1973. Penghargaan ini merupakan penghargaan tertinggi untuk mereka yang sungguh berjasa besar dalam pengembangan pramuka.
0 comments:
Posting Komentar